Kejar Target di Atas Rata-rata Nasional, Kaltim Perkuat Strategi Percepatan Penurunan Stunting
SAMARINDA, INDEKSMEDIA.ID — Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) menggelar Rapat Koordinasi Percepatan Penurunan Stunting (PPS) di Samarinda untuk menyusun strategi yang lebih tajam berbasis data. Rapat ini digelar setelah angka prevalensi stunting Kaltim masih berada di 22,2 persen, jauh di atas rata-rata nasional (19,8 persen), dipimpin langsung oleh Wakil Gubernur Kaltim sekaligus Ketua TPPS, Seno Aji.
Pertemuan yang dilakukan pada Selasa (18/11/2025) ini menghasilkan kesepakatan penguatan validitas data melalui kerja sama dengan BKKBN dan Diskominfo.
Wakil Gubernur Seno Aji menegaskan bahwa Kaltim tidak memiliki banyak waktu untuk mengejar target nasional, yakni 18,8 persen pada 2026. Ia menuntut agar setiap keputusan dalam rakor harus berdampak nyata di lapangan.
“Setiap keputusan dalam rakor ini harus berujung pada dampak nyata. Data harus akurat, intervensinya harus tepat,” kata Seno.
Salah satu langkah konkret yang dihasilkan adalah penandatanganan Perjanjian Pemanfaatan Data Keluarga Berisiko Stunting (KRS) antara BKKBN Kaltim dan Diskominfo Kaltim.
Kerja sama ini bertujuan untuk menyediakan data yang lebih rapi, lengkap, dan spesifik, sehingga intervensi yang diberikan kepada 39.137 balita penderita stunting dapat berjalan optimal.
Sekretaris Provinsi Kaltim, Sri Wahyuni, menambahkan bahwa keberhasilan program sangat bergantung pada pemetaan yang detail.
Ia memberikan apresiasi kepada tiga daerah yang mencatatkan perbaikan signifikan, yakni Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Bontang, dan Samarinda.
Namun, Sri juga menyoroti adanya dua daerah yang mengalami kenaikan angka stunting dalam dua tahun terakhir, yaitu Balikpapan dan Penajam Paser Utara (PPU).
Kukar menjadi satu-satunya daerah yang berhasil menurunkan angka stunting hingga berada di bawah rata-rata nasional. Keberhasilan ini disebabkan oleh pendataan KRS yang detail by name by address hingga tingkat desa.
Sri menjelaskan, sistem di Kukar menggunakan pemetaan berbasis warna sehingga program dapat disalurkan sesuai kebutuhan lapangan.
“Yang dilakukan Kukar itu detail. Pendataan KRS mereka disusun by name by address hingga tingkat desa. Dari situ bisa terlihat kebutuhan tiap keluarga,” ujar Sri.
Ia juga mengingatkan bahwa keluarga berisiko tidak hanya berasal dari kelompok miskin, tetapi juga disebabkan oleh masalah pola makan dan pola asuh.
Meskipun mengingatkan adanya potensi penurunan alokasi bantuan spesifik tahun depan akibat keterbatasan fiskal dan pemangkasan Transfer ke Daerah (TKD), Sri Wahyuni memastikan upaya penurunan stunting akan terus diperkuat.
Solusi alternatif yang ditekankan adalah optimalisasi CSR perusahaan dan Gerakan Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS) untuk mengisi ruang fiskal yang menyempit.|
“Selama semua turun tangan, target penurunan stunting tetap bisa dicapai,” kata Sri.



Tinggalkan Balasan