Ribuan Warga Kutim Terancam, PT Indexim Kembali Berulah Tak Kunjung Ganti Rugi

Kutim — Sengketa lahan antara Kelompok Tani Bina Warga dengan PT. Indexim tak kunjung usai. Bendahara Poktan Bina Warga, Sudirman, pun membeberkan kronologi permasalahan ini.

Dia mengatakan sebelumnya PT Santan Borneo Abadi (SBA) mengadakan Memorandum of Understanding (MoU) terkait pengelolaan lahan kelompok Tani itu.

Bendahara Kelompok Tani Bina Warga, Sudirman (dok: indeksmedia)

Namun setelah dikelola, ada aturan yang mengikat agar statusnya ditingkatkan ke Kelompok Tani Hutan (KTH). Mereka pun mengurus agar statusnya berganti pada tahun 2020.

“Saya ini masuk ke generasi ketiga, termasuk orang tua saya generasi kedua. Kemarin waktu SBA masuk mengelola lahan, mereka ketemu sama kami. Akhirnya terjadilah kesepakatan, MoU untuk mengelola lahan,” ucapnya saat ditemui, Senin 10 Juni 2024.

“Setelah terjadi itu, kemudian kita tau bahwa ada aturan yang mengikat harus dinaikkan ke tingkat KTH. Maka kita tingkatkan lah jadi KTH di tahun 2020. Nahh 2023 barulah IPPK indeks terbaru keluar. Jadi kami sudah lebih dulu ada di situ baru mereka. Kemudian KTH kami tahun 2020 sudah diregistrasi sama Dinas Kehutanan,” sambungnya menerangkan.

Menurut Sudirman, pengelolaan lahan yang ada di wilayah Karangan itu belum menemui titik terang. Alasannya, PT. Indeksim mengira pihaknya tak punya tanggungjawab atas hal-hak masyarakat.

Karena itu, ditegaskan Sudirman, pihaknya berkeberatan agar Indexim memenuhi permintaan warga. Apalagi selama ini warga juga punya kekuatan hukum atas pengelolaan lahan tersebut.

“Nahh lahan inilah yang berpotensi habis. Makanya kami merasa keberatan, kok Indexim ini tidak ada pedulinya terhadap masyarakat. Selama ini kan tidak ada titik terang, artinya dia (Indexim) menganggap bahwa telah mengantongi izin, karena itu mereka berpikir tidak lagi punya tanggungan untuk menyelesaikan hak masyarakat, karena berpikir itu wilayah kawasan,” ucapnya.

“Sementara kami ini kan punya legal juga dari Dinas Kehutanan terkait pengelolaan lahan. Kalau kita bicara adat-istiadat, dulu belum ada namanya surat dan lain-lain,” beber Sudirman.

Lebih jauh ia mengatakan pengelolaan PT Indexim terhadap lahan itu bisa berdampak pada ribuan orang yang nyatanya menggantung hidup pada lahan tersebut.

“Di situ kan ada 300-an orang yang setidaknya menggantungkan hidup, kalau ditambah dengan anak-anaknya kan sekitar ribuan lah. Nahh sekarang lahan yang dikelola di situ sudah 200-an hektar, lahan tanam tumbuh kami yang kami kerjasamakan dengan SBA itu sudah banyak yang dirusak,” bebernya.

Karena itu Sudirman berharap pihak Indexim melakukan ganti rugi atas apa yang dilakukannya. “Harapan kami lahan ini kan termasuk sumber penghidupan kami. Janganlah Indexim menggarap lahan itu, mengambil hasilnya, lalu kami ditiadakan di situ.”

“Apalagi di situ kan ada hasil. Minimal mereka ganti lah hasil itu. Jangan semena-mena lah apalagi di situ ada aset kami,” sambungnya.

Sudirman pun merincikan kemungkinan kerugian yang dialami warga. “Kalau mau berhitung masalah tanam tumbuh, itu kan jelas ada aturannya. Harga tanam tumbuh kan ada, misalnya kayu Akasia itu kan 350 ribu 1 pohon. Kalau Ekaliptus 400 ribu per pohon. Nahh dalam satu hektarnya bisa ada sekitaran 300 sampai 350 pohon.”

“Nahh lahan 73 hektar adalah lahan yang berada di luar kemitraan dengan SBA. Tapi sudah digarap PT Indexim. Kemudian sekitar 274 hektar yang berada dalam kemitraan dengan SBA yang selanjutnya mereka tambang. Dan saat ini mereka sudah masuk ke areal kemitraan kami melakukan penambangan. Kalau kami hitung-hitung mereka suda menggarap lahan kami kurang lebi 200 hektar,” bebernya.

Sementara pihak Indexim mengatakan bakal mencatat semua apa yang disampaikan warga. “Kami akan catat semua, saya sepakat bahwa kita harus selesaikan dengan baik. Namun untuk mengambil keputusan kapan, saya belum bisa berikan. Tapi tidak lama ini, semoga bisa dua minggu ke depan,” terangnya.

Di kesempatan itu juga Kapolsek Sangkulirang, Sudarwanto, mengatakan pihaknya telah memediasi kedua belah pihak. Setelah dimediasi, ada keputusan untuk mengganti rugi. Namun mediasi selanjutnya, PT Indexim enggan melakukan pembayaran ganti rugi.

“Saya sudah dua kali memediasi. Pertama kita lakukan, sudah mengerucut. Kemudian yang kedua saya ikutkan dari rekan-rekan KPHP Bengalon. Saat itu sudah mengerucut. Artinya, kedua pihak sudah mulai ada titik temu. Tinggal bicara terkait dengar harga,” terangnya.

“Nahh setelah dijadwalkan pertemuan ketiga, pihak Indexim katanya tidak akan memberikan ganti rugi, karena ada surat yang menjadi pokok, bahwa Indexim tidak perlu melakukan pembayaran. Nahh kami kepolisian hanya bisa memediasi supaya tidak terjadi gesekan. Keduanya, di hati kami sama, harus diayomi. Kami hanya bisa menengahi. Memberikan solusi, semuanya nanti itu tergantung kedua belah pihak,” sambungnya.

Senada Kapolsek, Danramil Sangkulirang mengatakan pihaknya juga telah memberikan solusi. “Solusinya sudah kami berikan, tapi kadang-kadang tak dianggap. Nahh saya sampaikan, kami tak ada kepentingan di Indexim mau pun kelompok tani.”

“Keinginan kita adalah bagaimana keduanya harmonis. Tapi Kelompok Tani kerja sama SBA, lalu SBA kerja sama dengan Indexim tapi ketiganya tidak mau duduk bersama,” pungkasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *