INDEKS MEDIA KALTIM

Berita Hari Ini di Kalimantan Timur (Kaltim)

RDPU Dugaan Pencemaran yang Dialami Masyarakat Bukit Khayangan, Yusri Yusuf : Warga Punya Hak Hidup di Lingkungan Sehat

Chaliq | Jumlah pembaca: 2700 views
Anggota DPRD Kutai Timur, Yusri Yusuf.

KUTIM,INDEKSMEDIA.ID – Anggota DPRD Kutai Timur, Yusri Yusuf menyuarakan keprihatinannya terhadap kondisi warga Dusun Bukit Kayangan, Desa Singa Gembara, Kecamatan Sangatta Utara, yang mengeluhkan dampak pencemaran akibat aktivitas tambang PT Kaltim Prima Coal (KPC).

Hal ini disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar di Ruang Rapat Hearing Sekretariat DPRD Kutim, Kamis (19/6/2025), pukul 13.00 WITA.

Rapat tersebut merupakan tindak lanjut dari surat permohonan hearing yang dikirim Forum Warga Bukit Kayangan kepada Ketua DPRD Kutim pada 3 Juni 2025 dengan nomor 03/SP/VI/2025.

Dalam RDPU ini, turut hadir perwakilan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas PUPR, Dinas Perkim, Bagian Pemerintahan, Bagian SDA, Kecamatan Sangatta Utara, BPD, Pemerintah Desa Singa Gembara, serta perwakilan dari PT KPC, PT PLN, dan PDAM Tirta Tuah Benua.

Dalam forum tersebut, Yusri Yusuf mengungkapkan masalah utama yang dirasakan warga, yaitu pencemaran udara, air, dan suara yang diduga bersumber dari operasional PT KPC.

“Terjadi pencemaran atau polusi di Dusun Bukit Kayangan, yaitu polusi udara, air dan suara. Hal ini mengganggu keberlangsungan hidup masyarakat,” jelasnya.

Yusri menjelaskan warga telah meminta relokasi karena merasa tidak sanggup lagi hidup dalam kondisi lingkungan yang tercemar. Ia juga membeberkan hasil temuan dari DLH terkait kualitas air di wilayah tersebut.

“Pencemaran air ini sudah diselidiki tim DLH dan kandungan airnya memang bukan standar untuk air baku ke masyarakat. Dari enam titik sampling, ada lima yang tercemar. Namun hal ini dibantah PT KPC bahwa itu berasal dari mereka,” jelas Yusri.

Lebih lanjut, ia juga mengungkapkan polusi udara yang dirasakan langsung warga meski PT KPC mengklaim telah melakukan uji kualitas udara.

“PT KPC memang mengaku telah melakukan tes polusi udara, tapi masyarakat tetap mengaku sulit bernapas. Bahkan dalam satu jam saja, debu sudah tampak menempel di lantai. Artinya, tes apapun dan alat secanggih apapun harus dikaji ulang jika masyarakat masih merasakan dampaknya,” tegasnya.

Terkait polusi suara, Yusri mengacu pada aturan Kementerian Lingkungan Hidup bahwa batas kebisingan adalah 50 desibel, namun ia menekankan pentingnya durasi kebisingan yang dialami.

“Kalau sekali terdengar mungkin masih bisa ditoleransi, tapi kalau berulang terus-menerus, telinga pun bisa sakit,” kata Politisi Partai Demokrat itu.

“Kalau memang warga tidak direlokasi, lalu bagaimana nasib mereka menghadapi pencemaran yang terus terjadi? Padahal dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, disebutkan bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat,” tandasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini

Maaf Untuk Copy Berita Silahkan Hubungi Redaksi Kami!