Wali Kota Tegaskan Tak Ada Ruang bagi Lokalisasi di Samarinda: Penertiban Satpol PP Sudah Tepat!
SAMARINDA, INDEKSMEDIA.ID — Wali Kota Samarinda, Andi Harun menegaskan, bahwa pemerintah kota tidak memberikan toleransi terhadap praktik prostitusi ilegal, termasuk di kawasan eks lokalisasi Loa Hui, Loa Janan Ilir.
Pernyataan ini disampaikan setelah razia Satpol PP pada 16 November 2025 mengungkap kembali beroperasinya aktivitas transaksi seksual terselubung di lokasi yang telah resmi ditutup sejak 2016.
Dalam razia tersebut, Satpol PP mengamankan lebih dari seratus perempuan tanpa identitas, sebagian besar bukan warga Samarinda.
Petugas juga menemukan sejumlah alat kontrasepsi di beberapa bilik serta ratusan botol minuman keras. Temuan ini memicu kekhawatiran bahwa kawasan tersebut kembali menjadi titik praktik prostitusi terselubung.
Meski demikian, Andi Harun menegaskan bahwa penindakan semacam itu merupakan kewajiban perangkat daerah dan tidak perlu menunggu instruksi langsung dari Wali Kota.
“Penertiban memang harus dilakukan, dan itu merupakan kewajiban perangkat daerah. Tidak perlu menunggu arahan khusus,” ujarnya Selasa (25/11/2025).
AH, sapaan akrabnya Andi Harun juga mengonfirmasi bahwa laporan resmi terkait razia belum diterimanya, namun hal tersebut tidak menjadi persoalan.
“Saya belum terima laporannya, walaupun saya tahu ada penindakan dari Satpol PP. Itu memang tugasnya OPD. Tidak semua urusan harus ke Wali Kota kalau bisa diselesaikan di tingkat OPD,” tegasnya.
Orang Nomor Satu di Kota Tepian itu menilai bahwa efektivitas pelayanan publik bergantung pada kemandirian perangkat daerah dalam menjalankan tugas.
“Kalau semua menunggu arahan Wali Kota, pelayanan publik akan terlambat. Zaman sudah berubah, tidak seperti era orde baru. Selama perangkat daerah bisa menjalankan tugas tanpa bertentangan dengan hukum, itu malah bagus,” ungkapnya.
Andi Harun juga kembali menegaskan komitmen Pemerintah Kota bahwa tidak ada ruang bagi aktivitas lokalisasi di Samarinda.
“Segala bentuk penertiban itu memang harus dilakukan. Tidak boleh ada lokalisasi di Samarinda. Tinggal bagaimana perangkat daerah melaksanakannya,” katanya.
Terkait isu kompensasi bagi para perempuan yang terjaring razia, Andi Harun memberikan penegasan.
“Kalau semua penindakan sosial harus diberi kompensasi, APBD bisa kolaps. Tidak semua tindakan bisa diberikan kerohiman. Tidak tersedia anggaran untuk tindakan penertiban seperti itu,” jelasnya.
Politikus Partai Gerindra itu juga menilai pemberian kompensasi justru dapat menimbulkan blunder kebijakan.
“Hal semacam itu dapat memunculkan blunder, karena seolah-olah penindakan akan selalu diikuti pemberian kompensasi,” ujarnya.
Lebih lanjur, ia menegaskan bahwa mereka yang terjaring harus mandiri dalam menyelesaikan urusannya setelah ditertibkan.
“Kalau tempatnya ditutup, ya sudah. Mereka harus berusaha pulang sendiri. Kalau pemerintah yang tanggung, dari mana pembiayaannya?” katanya.
Wali Kota Samarinda itu memastikan bahwa pemerintah tetap mendukung penuh langkah Satpol PP dan perangkat daerah lain selama sesuai aturan hukum.
“Saya percaya perangkat daerah sudah bekerja. Kalau nanti di lapangan ada kekurangan, itu kita evaluasi. Pemerintah tidak boleh ragu kalau langkahnya sudah sesuai dengan hukum,” tutupnya.
Razia di Loa Hui kembali membuka diskusi mengenai pengawasan pascapenutupan lokalisasi serta pentingnya sinergi antara pemerintah dan aparat untuk mencegah kawasan tersebut kembali hidup sebagai pusat prostitusi ilegal.



Tinggalkan Balasan