Tanggapan Ketua PHDI dan Mangku Umat Hindu Soal Tingkat Toleransi Kota Bontang

Bontang — Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Bontang, I Wayan Santika, mengatakan tingkat toleransi Kota Taman sangat luar biasa. Bahkan, tempat ibadah umat Hindu (Pura), didirikan dengan bantuan amat agama yang lain.

“Bontang ini sejak dulu adalah kota yang sangat toleransi. Bahkan sejak Pura ini berdiri, kami sudah dijaga oleh warga sekitar kami yang non umat Hindu,” ucap I Wayan saat ditemui di Pura pada Minggu 9 Juni 2024.

“Bahkan salah satu sesepuh kita di sini orang Muslim. Karena dia membantu pendirian Pura ini. Soal pergesekan antar sara, dari jaman dulu nggak ada. Tingkat toleransi di wilayah kami sangat tinggi,” sambungnya.

Lebih jauh I Wayan menyebut umat Hindu yang berada di Kota Bontang tidak pernah mengalami perasaan minoritas. Alasannya, kata dia, masyarakat Bontang mencintai keharmonisan.

“Kami orang Bali, orang Hindu, tidak pernah merasa menjadi minoritas, atau ada diskriminasi. Kita semua saudara. Di sini ada orang Medan, Sulawesi, Jawa, semuanya menjaga kami. Ketika ada upacara, mereka paham. Tidak pernah ada komplen. Itulah wilayah kita, toleransinya sudah sangat terjaga,” terangnya.

Ia lebih lanjut mengatakan umat Hindu, meski tidak banyak, komitmen turut berpartisipasi mengembangkan Kota Bontang. “Kalau jumlah kita tidak banyak. Ada sekitar 75 KK. Kita terdiri dari beberapa suku, ada Bali, Jawa, Toraja, ada Cina 1.”

“Kita di sini berusaha pengen jadi bagian masyarakat Kota Bontang. Misalnya tempat ibadah kita bisa jadi salah satu ikonik di Bontang. Seperti di Bali. Kedua kita berpartisipasi aktif dalam kebijakan pemerintah. Yahh meski kita sedikit, tapi kita berupaya berkontribusi,” sambungnya.

Sementara, Mangku umat Hindu Marsup Widyono mengatakan tingkat toleransi Kota Bontang memang amat tinggi. Bahkan, kadangkala yang menjaga Pura adalah umat agama yang lain.

“Ohh kita di sini sangat tinggi toleransinya. Karena di Pura sudah berdekatan dengan Masjid, Gereja, ada juga pesantren. Selain itu kita juga didukung agama lain, bergotong royong,” ucapnya.

“Kalau misalnya ada perayaan Nyepi, nahh pihak lain yang menjaga. Kita saling mengisi, bersaudara. Kalau agama lebih banyak ke keyakinan kita, tapi soal hubungan sosial itu tetap kita sama-sama,” sambungnya.

Ia pun mengaku selama umat Hindu berada di Kota Bontang, mereka belum pernah diganggu oleh masyarakat. “Jadi selama kita hidup di sini, ndak penah diganggu masyarakat.”

“Apalagi kalau pemerintah ingin mempersulit kami, itu juga tidak. Bahkan umat agama lain membantu kita. Mereka membantu dengan sukarela, tidak mengharapkan apa-apa,” pungkasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *