Singgung Visi Kutim Saat Mekar 1999 Silam, Faizal Rachman : Mandiri di Agribisnis
KUTIM, INDEKSMEDIA.ID – Anggota dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) Kutai Timur (Kutim), Faizal Rachman menilai Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutim harus mengembangkan sektor pertanian. Pasalnya, hingga saat ini Produk domestik regional bruto (PDRB) yang terbesar masih pertambangan.
Padahal, menurut Faizal Rachman, saat pemekaran Kutim pada 1999, cita-cita awalnya adalah mandiri di agribisnis. Namun, sudah 25 tahun mekar, sektor pertanian masih belum dapat menjadi penopang ekonomi Kutai Timur.
“PDRB kita yang terbesar masih Pertambangan. Makanya saya bilang, kita harus wanti-wanti, kita sudah mekar dari tahun 1999, sekarang sudah 2024, berarti sudah 25 tahun. Visi kita dari awal untuk mekar 25 tahun lalu adalah ingin mandiri di agribisnis, nah sampai saat ini, PDRB kita yang terbesar masih pertambangan, terus APBD sumbernya 80-90 persen masih dari dana transfer,” ungkapnya.
“Ini kan masih membahayakan. Kalau suatu saat tambang kita habis, berarti APBD kita tidak ada, karena dana transfer itu jadi yang terbesar. Makanya, sebisa mungkin APBD itu bisa mengarahkan kemandirian di bidang pertanian,” lanjutnya.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu memaparkan, Pemerintah harus membangun sektor pertanian Kutim. Caranya dengan melakukan upaya agar produksi pertanian di Kutim meningkat.
“Pemerintah harus memberikan kemudahan kepada para petani kita untuk menjual hasil produksinya. Kemudian, berikan subsidi kepada mereka saat proses produksi,” tuturnya.
Menurutnya membantu petani dalam proses produksi harus dilakukan Pemerintah. Sebab, pada saat itulah dibutuhkan banyak sumberdaya.
“Seperti pupuk mahal, bibit mahal. Mereka juga nanti akan kesulitan bersaing dalam penjual hasil pertanian, kalau mereka tidak disubsidi atau proses produksinya tidak dibantu, dampaknya, mereka tidak dapat bersaing di pasar. Karena produksi tinggi,” urai Faizal Rachman.
“Cara meningkatkan hasil produksi pertanian itu memberikan peluang pasar kepada komoditi yang kita kembangkan. Kemudian, intervensi pemerintah harus ada saat proses produksi,” tandasnya. (adv)
Tinggalkan Balasan