Pungutan Liar Jelang HUT RI: Kebiasaan atau Pelanggaran?
Menjelang Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia, suasana dari berbagai daerah Indonesia mulai penuh dengan semangat nasionalisme dan gotong royong.
Berbagai kegiatan mulai dari lomba-lomba, karnaval, hingga upacara bendera tersedia untuk merayakan hari bersejarah tersebut. Namun, pada tengah kemeriahan ini, ada fenomena yang selalu muncul setiap tahun dan seringkali menimbulkan kontroversi: pungutan liar jalanan untuk membiayai kegiatan Agustusan.
Memahami Fenomena Pungutan Liar di Jalanan
Pungutan liar (pungli) jalanan menjelang perayaan HUT RI bukanlah fenomena baru. Pada berbagai daerah, terutama perkampungan dan kota kecil, banyak masyarakat yang secara sukarela mengumpulkan dana dari pengguna jalan untuk mendukung kegiatan perayaan kemerdekaan.
Meskipun niat mereka sering kali baik, yaitu untuk menyemarakkan perayaan kemerdekaan dengan berbagai kegiatan, tindakan ini merupakan pelanggaran hukum.
Melakukan pungli jalanan oleh sekelompok pemuda atau panitia lokal yang berdiri pada pinggir jalan sambil memegang kotak sumbangan. Pengguna jalan yang melintas diminta untuk memberikan sumbangan sukarela. Namun, praktik ini tidak selalu transparan atau tanpa tekanan. Ada beberapa kasus pengguna jalan merasa terpaksa memberikan sumbangan karena takut merasa tidak nyaman jika menolak.
Kebiasaan atau Pelanggaran?
Pertanyaan yang sering muncul adalah, apakah tindakan ini merupakan kebiasaan yang sah atau sebenarnya merupakan pelanggaran hukum? Untuk menjawabnya, kita perlu melihat dari dua sudut pandang: budaya dan hukum.
1. Perspektif Budaya
Indonesia, budaya gotong royong sangat kuat. Gotong royong adalah bentuk kerjasama dan solidaritas masyarakat dalam menyelesaikan masalah bersama, termasuk dalam membiayai kegiatan komunitas. Dalam konteks ini, pengumpulan dana untuk kegiatan Agustusan merupakan perwujudan dari nilai-nilai gotong royong.
Masyarakat melihat pungutan ini sebagai hal yang wajar dan sah karena mereka percaya bahwa penggunaan dana yang terkumpul untuk kebaikan bersama. Bahkan, di beberapa tempat, kegiatan ini dianggap sebagai bentuk partisipasi sosial yang positif, di mana setiap warga ikut andil dalam merayakan kemerdekaan.
2. Perspektif Hukum
Dari perspektif hukum, pengumpulan dana jalanan tanpa izin resmi merupakan pungutan liar. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kegiatan di jalan yang tidak ada kaitannya dengan lalu lintas, seperti meminta sumbangan, harus mendapatkan izin dari pihak yang berwenang. Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan juga melarang pemanfaatan ruang milik jalan yang dapat mengganggu fungsi jalan, termasuk untuk meminta-minta.
Tindakan pengumpulan dana tanpa izin ini bisa merugikan banyak pihak, mulai dari pengguna jalan yang merasa terganggu hingga pemerintah yang bertanggung jawab atas ketertiban umum. Selain itu, jika pengumpulan dana dengan cara memaksa atau memberikan tekanan, hal ini bisa melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 368 yang mengatur tentang tindak pidana pemerasan.
Dampak dari Pungutan Liar di Jalanan
Pungutan liar pada jalanan dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, baik bagi masyarakat yang melakukan maupun bagi pengguna jalan.
1. Gangguan Ketertiban dan Keselamatan
Salah satu dampak paling jelas dari pungli jalanan adalah gangguan terhadap ketertiban dan keselamatan lalu lintas. Pengumpulan dana jalan raya, terutama pada lokasi yang ramai, dapat menyebabkan kemacetan lalu lintas dan bahkan meningkatkan risiko kecelakaan.
Selain itu, pengemudi yang merasa terpaksa memberikan sumbangan mungkin akan terganggu konsentrasinya, yang dapat membahayakan keselamatan mereka sendiri dan orang lain.
2. Pelanggaran Hak Pengguna Jalan
Pengguna jalan memiliki hak untuk merasa aman dan nyaman saat menggunakan fasilitas umum. Pungli jalanan, terutama jika melakukannya dengan cara yang memaksa, dapat melanggar hak-hak ini. Meskipun banyak orang mungkin memberikan sumbangan dengan sukarela, ada juga yang merasa tertekan atau tidak nyaman dengan situasi tersebut.
3. Potensi Penyalahgunaan Dana
Salah satu risiko terbesar dari pungli jalanan adalah potensi penyalahgunaan dana yang terkumpul. Tanpa adanya transparansi dan akuntabilitas, tidak ada jaminan bahwa dana yang terkumpul akan sesuai dengan tujuan pada umumnya. Hal ini bisa merugikan masyarakat yang telah memberikan sumbangan dengan niat baik.
Upaya Penertiban dan Pencegahan
Untuk mengatasi masalah pungutan liar jalanan, perlu kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan penegak hukum. Beberapa langkahnya antara lain:
1. Edukasi dan Sosialisasi
Pemerintah dan tokoh masyarakat perlu mengedukasi warga tentang pentingnya menghindari pungli dan alternatif penggalangan dana yang sah. Perlunya menjalankan sosialisasi peraturan dan sanksi terkait pungli untuk memahami konsekuensi hukum dari tindakan tersebut.
2. Penegakan Hukum yang Tegas
Penegak hukum harus bertindak tegas terhadap praktik pungli dengan melakukan patroli rutin dan penertiban pada lokasi-lokasi yang sering terjadi meminta sumbangan tanpa izin. Memberikan sanksi yang sesuai terhadap pelanggaran.
3. Penggalangan Dana yang Legal dan Transparan
Masyarakat dapat mencari alternatif penggalangan dana yang legal, seperti melalui iuran warga, donasi sukarela dengan sistem yang jelas, atau mencari sponsor resmi dari perusahaan setempat. Selain itu, penggunaan teknologi seperti platform crowdfunding juga bisa menjadi solusi yang lebih modern dan transparan.
Fenomena pungutan liar dalam jalanan menjelang HUT RI memang kompleks, dengan aspek budaya dan hukum yang saling berkaitan. Meskipun masyarakat menganggap tindakan ini wajar, dari perspektif hukum, pungli tetaplah pelanggaran.
Dengan edukasi, penegakan hukum yang tegas, dan pencarian solusi alternatif yang legal, maka fenomena ini bisa berkurang dan masyarakat dapat merayakan kemerdekaan dengan cara yang lebih tertib dan aman.
Tinggalkan Balasan