Pelantikan Pengurus FPKS Kutim, Bupati Ardiansyah Sulaiman Singgung Kepemilikan Sawit Mahyudin
Kutim — Pengurus Forum Petani Kelapa Sawit (FPKS) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) resmi dilantik di Ruang Meranti, Kantor Bupati Kutim, Bukit Pelangi, pada Sabtu 22 Juni 2024
Tampak di kegiatan itu dihadiri sejumlah pejabat tinggi termasuk Bupati Kutim, Ardiansyah Sulaiman dan Mahyudin selaku Ketua Dewan Penasehat DPP FPKS sekaligus Wakil Ketua DPD RI.
Dalam kesempatannya, Bupati memberi penghormatan kepada seluruh hadirin khususnya kepada para petani kelapa sawit yang telah berjuang berkontribusi terhadap perkembangan daerah. Bupati juga tak lupa menyinggung luas lahan sawit yang dimiliki Mahyudin.
“Teman-teman seperjuangan, meskipun begini, saya juga petani kelapa sawit. Hanya bedanya satu, pak Mahyudin sudah punya 300 hektar, sementara saya cuma 2 hektar,” ungkap Ardiansyah Sulaiman disambut tawa para hadirin.
Lebih lanjut Bupati menyampaikan pertemuan kali ini menjadi tanda kemajuan pertanian Kutim. Ditambah lagi saat Bupati menjadi keynote speaker (pembicara) di Jakarta terkait persiapan Kutim untuk menjadi industri turunan kelapa sawit.
Bupati juga menerangkan tak lama lagi Kutim bakal kedatangan industri Olechemical atau Oleokimia, yang merupakan industri pemanfaatan bahan baku dari minyak atau lemak untuk menghasilkan produk kimia seperti fatty acids, fatty alcohols, fatty methyl ester, fatty amines dan gliserol.
“Insyaallah kawasan ekonomi Maloy sudah satu yang mendirikan tangki timbun. Kemudian ada dua lagi yang siap hadir, dan ternyata sudah banyak yang antri untuk masuk membangun industri oleochemical, hilirisasi atau downstream daripada sawit,” terangnya.
Lebih jauh Bupati menyampaikan Produk domestik regional bruto (PDRB) Kutim nyatanya dikuasai pertambangan dan penggalian, yang diperkirakan mencapai 80 persen. Padahal, kata dia, sudah lima tahun kelapa sawit berkontribusi besar atas devisa negara. Kemudian di bidang pariwisata, dan ketiga pertambangan, minyak dan sebagainya.
“Jadi sesungguhnya sawit di Indonesia sudah kontribusinya melebihi dari yang lain. Dan untuk Kaltim, kita bersyukur yang terbesar di Kaltim itu ada di Kutim perkebunan kelapa sawitnya. Kemudian kita yang terbesar juga menghasilkan TBS 7 juta ton per tahun,” paparnya.
“Nah makanya, kita harus memberikan tempat tersendiri bagi petani kelapa sawit untuk hadir di dalam berkontribusi untuk meningkatkan perekonomian Kutim, tidak hanya secara makro, tetapi masyarakat juga ambil bagian di dalam pendekatan ekonominya melalui petani-petani kelapa sawit,” sambung dia.
Di hadapan para pejabat, Bupati juga menerangkan luasan Kutim yang fantastis. Bahkan, saat dirinya bertemu direktur World Bank (Bank Dunia) di Mesir, ia mendengar bahwa hutan Amazon dan Kalimantan menjadi harapan dunia.
“Kita bersyukur memiliki wilayah yang luas. Kita juga tidak menginginkan hutan kita hilang. Karena justru sekarang dunia ini hanya 2 harapannya, yaitu hutan Amazon dan hutan di Kalimantan. Jadi ini bahan yang terbesar untuk memberikan oksigen di dunia,” ucapnya.
Lebih jauh politisi PKS itu membeberkan persoalan dewasa ini muncul di Kutim adalah pencurian Tandan Buah Segar (TBS). “Ada 2 kecamatan yang sudah melapor. Sudah banyak terjadi pencurian TBS. Ya di Muara Wahau dan sekitarnya, Kombeng dan di Rantau Pulung. Saya melihat ini sesuatu yang mohon segera harus kita bentengi.”
Bupati pun menitip pesan kepada FPKS segera bergandengan tangan dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GABKI). Karena baginya, memungkinkan adanya perbedaan aturan dan itu bertentangan.
“Kenapa, karena ternyata persoalan itu, mohon maaf, bisa jadi karena ada dualisme aturan di Indonesia. Satu aturan tentang kelapa sawit, ini dikeluarkan Kementerian Pertanian. Satu aturan dikeluarkan Kementerian Perindustrian. Aturan ini sangat bertentangan,” katanya.
“Kalau tadi keluhan kita bagaimana petani kelapa sawit bisa membangun Pabrik mini CPO, memang sampai sekarang kita masih mengikuti aturan itu. Tak boleh ada pabrik CPO tanpa ada kebun. Tapi dengan aturan baru dikeluarkan, para petani boleh bergabung dalam satu koperasi dengan luasan yang sesuai, boleh mendirikan pabrik CPO, dan ini bisa dikoordinir oleh FPKS,” sambungnya.
Kembali dia bercerita saat dirinya menjadi legislator Kutim. Dia mendampingi pemerintah untuk melakukan studi banding ke Riau dan Medan. Salah satu kesimpulannya adalah jangan sampai ada pabrik tanpa kebun.
“Kenapa? Karena itu akan membuat persoalan baru. Karena tanpa kebun mereka pasti membutuhkan TBS. Nah TBS-nya mereka dari mana? Sehingga ini yang terjadi, waktu itu saya lihat sendiri hampir di setiap kebun, itu selalu dijaga aparat dengan senjata lengkap,” bebernya.
“Waktu itu saya sempat bertanya penyebabnya apa? Kata mereka untuk menghindari pencurian kelapa sawit. Nah sekarang dengan aturan baru insyaallah, saya sudah menyampaikan ini ke mana-mana, di beberapa kecamatan sudah sampaikan, silahkan bergabung dalam sebuah koperasi petani kelapa sawit, siap dan diperbolehkan untuk membangun pabrik CPO,” sambungnya.
Bupati pun memohon kepada FPKS “Untuk terus mendorong ini supaya pabrik CPO yang didirikan mampu memenuhi kebutuhan dalam rangka persiapan industri oleochemical kita. Apakah itu minyak goreng, kosmetik dan lain-lain.”
“Karena ini yang kita harapkan, suatu saat 10 atau 20 tahun ke depan, tak ada lagi karyawan tambang. Kenapa? Karena tambang akan selesai. Maka pekerja-pekerja formal kita harus segera masuk di industri-industri downstream-nya kelapa sawit,” sambungnya.
Terakhir Bupati kembali mendorong FPKS bersama GABKI untuk selalu bekerjasama. “Karena memang kita tidak bisa meninggalkan para pengusaha kelapa sawit, mereka sedikit tidaknya sudah banyak memberikan kontribusi terhadap pembangunan kita di Kutim.”
“Selamat bekerja, selamat mendampingi para petani kelapa sawi. Selamat juga berkolaborasi dengan petani-petani lain, dan saya terus terang alhamdulillah keliling ke Kutim, hampir 40% petani kita adalah petani milenial, baik yang bergerak di bidang holtikultura, tanaman pangan, maupun yang bergerak di bidang persawitan,” pungkasnya. (Adv)
Tinggalkan Balasan