INDEKS MEDIA KALTIM

Berita Hari Ini di Kalimantan Timur (Kaltim)

MK: Masyarakat Adat Tak Wajib Izin Buka Lahan Kebun di Hutan, Asal Bukan untuk Komersial

Jibril Daulay Jibril Daulay
Gedung kantor Mahkamah Konstitusi

JAKARTA, INDEKSMEDIA.ID — Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa masyarakat adat tidak memerlukan izin usaha dari pemerintah pusat apabila melakukan kegiatan perkebunan di kawasan hutan, selama kegiatan tersebut tidak ditujukan untuk kepentingan komersial.

Ketentuan itu tercantum dalam Putusan Nomor 181/PUU-XXII/2024, yang dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo dalam Sidang Pleno MK di Jakarta, Kamis (16/10/2025).

“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” ujar Suhartoyo saat membacakan amar putusan sebagaimana dikutip.

Melalui putusan ini, MK memberikan penafsiran baru terhadap Pasal 17 ayat (2) huruf b dalam Pasal 37 angka 5 Lampiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, serta Pasal 110B ayat (1) dalam Pasal 37 angka 20 UU yang sama.

MK menyatakan kedua ketentuan tersebut “bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat”, sepanjang tidak dimaknai bahwa larangan itu dikecualikan bagi masyarakat yang hidup secara turun-temurun di dalam hutan dan tidak untuk kepentingan komersial.

Sebelumnya, Pasal 17 ayat (2) huruf b menyebut:

“Setiap orang dilarang melakukan kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa perizinan berusaha dari pemerintah pusat.”

Dengan putusan MK ini, larangan tersebut tidak berlaku bagi masyarakat adat yang secara turun-temurun tinggal dan berkebun di dalam kawasan hutan untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

Dalam pertimbangan hukumnya, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan bahwa norma ini memiliki keterkaitan dengan Putusan MK Nomor 95/PUU-XII/2014, di mana MK sebelumnya telah memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat adat yang hidup turun-temurun di dalam kawasan hutan.

“Melalui putusan a quo, Mahkamah perlu menyesuaikan semangat yang terkandung dalam norma Pasal 17 ayat (2) huruf b dengan Putusan Mahkamah sebelumnya,” jelas Enny.

MK menilai bahwa sanksi administratif terhadap pelanggaran pasal tersebut juga harus dikecualikan, jika kegiatan perkebunan dilakukan oleh masyarakat adat yang tidak berorientasi pada keuntungan ekonomi.

Enny menegaskan, yang dimaksud kegiatan non-komersial adalah aktivitas berkebun untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan papan, tanpa tujuan memperjualbelikan hasilnya secara komersial.

“Dengan kata lain, masyarakat yang hidup turun-temurun di dalam hutan dan hanya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari tidak dapat dikenakan sanksi sebagaimana dalam norma Pasal 110B ayat (1) UU 6/2023,” ujarnya.

Putusan ini memperkuat posisi hukum masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam, sekaligus menjadi koreksi terhadap praktik yang selama ini menempatkan mereka dalam posisi rentan secara hukum akibat tumpang tindih regulasi kehutanan dan agraria.

Dengan demikian, masyarakat adat kini memiliki dasar hukum yang lebih kuat untuk melakukan aktivitas tradisional di dalam kawasan hutan, tanpa ancaman kriminalisasi, selama tidak untuk tujuan komersial.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini

Maaf Untuk Copy Berita Silahkan Hubungi Redaksi Kami!