INDEKS MEDIA KALTIM

Berita Hari Ini di Kalimantan Timur (Kaltim)


Melepas Jilbab di Paskibraka: Pelanggaran Kebebasan Beragama

Kebijakan yang memaksa seorang Muslimah untuk melepas jilbab bertentangan dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika dan kebebasan beragama yang dijamin konstitusi.
Ekha | Jumlah pembaca: 4500 views
Larangan Paskibraka Memakai Jilbab (.pexels)

Melepas jilbab di Paskibraka telah menjadi topik yang kontroversial di Indonesia. Negara ini terkenal karena keberagaman agama, suku, dan budayanya, semua kelompok hidup berdampingan dalam harmoni.

Namun, insiden ketika seorang anggota Paskibraka melepas jilbabnya menimbulkan pertanyaan besar tentang jaminan kebebasan beragama dari konstitusi Indonesia. Apakah kebijakan ini melanggar hak-hak individu?

Artikel ini akan mengupas aspek hukum dan hak asasi manusia dalam kasus ini, serta implikasinya terhadap kebebasan beragama Indonesia.

Kebebasan Beragama Dijamin Konstitusi

Indonesia sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia, termasuk kebebasan beragama. Dalam Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, menegaskan bahwa setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya.

Pasal 29 ayat (2) juga menegaskan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut keyakinan mereka.

Dalam konteks ini, jilbab bukan hanya sekadar pakaian, tetapi merupakan ekspresi keagamaan yang mendalam bagi perempuan Muslim. Meminta seorang anggota Paskibraka untuk melepas jilbabnya merupakan pelanggaran terhadap hak konstitusional tersebut. Tindakan ini sama saja dengan membatasi kebebasan beribadah yang telah terjamin dalam undang-undang.

Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam UU

Selain jaminan dalam konstitusi, kebebasan beragama juga terlindungi oleh Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Pasal 22 undang-undang ini menyatakan bahwa setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Aturan internal, seperti dalam Paskibraka, harus sesuai dengan undang-undang ini. Kebijakan yang memaksa seseorang untuk melanggar keyakinan agamanya maka harus ada peninjauan ulang, karena hak asasi manusia tidak ada kompromi demi keseragaman atau aturan institusi.

Prinsip Bhinneka Tunggal Ika: Menghargai Perbedaan

Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” mencerminkan semangat persatuan dalam keberagaman dari Indonesia. Prinsip ini menghargai perbedaan dalam masyarakat, termasuk dalam praktik keagamaan. Oleh karena itu, kebijakan yang memaksa seorang Muslimah untuk melepas jilbab bisa ini bertentangan dengan semangat kebhinekaan tersebut.

Alih-alih memaksakan keseragaman yang menghilangkan identitas individu, negara seharusnya mendorong penerimaan dan penghargaan terhadap keberagaman. Kebijakan yang meminta seseorang untuk melepas jilbabnya pada acara kenegaraan seperti Paskibraka bukan hanya tidak selaras dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, tetapi juga mengirimkan pesan yang salah tentang cara negara memperlakukan perbedaan.

Keseragaman vs. Kebebasan Individu

Argumen yang untuk mendukung kebijakan semacam ini adalah kebutuhan akan keseragaman dalam institusi seperti Paskibraka. Seragam dan penampilan seragam sangat penting untuk menciptakan disiplin dan keharmonisan dalam acara-acara resmi kenegaraan. Namun, kita perlu menimbang apakah keseragaman ini lebih penting daripada kebebasan individu.

Keseragaman tidak boleh menjadi alasan untuk melanggar hak asasi manusia. Penting untuk menemukan keseimbangan antara kebutuhan institusi dan hak individu. Seragam bisa tetap seragam tanpa mengorbankan hak seseorang untuk mengekspresikan keyakinan agamanya.

Tanggung Jawab Pemerintah dalam Menegakkan Hak Asasi

Pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa penetapan kebijakan tidak melanggar hak asasi warga negara. Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), yang bertanggung jawab atas pelatihan dan penyelenggaraan Paskibraka, harus meninjau kembali aturan yang ada. Mereka harus memastikan bahwa kebijakan tersebut sesuai dengan prinsip kebebasan beragama dari undang-undang.

Kemenpora juga perlu bekerja sama dengan lembaga-lembaga terkait, seperti Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), untuk memastikan bahwa interpretasi nilai-nilai Pancasila tidak menjadi alasan untuk membatasi kebebasan beragama.

Melepas jilbab di Paskibraka menimbulkan pertanyaan besar tentang komitmen Indonesia terhadap kebebasan beragama dan hak asasi manusia.

Pemerintah dan pihak terkait harus meninjau kembali kebijakan ini dan memastikan menjunjung tinggi hak kebebasan beragama.

Kebijakan yang Tepat untuk Menghormati Kebebasan Beragama

Kebijakan yang memaksakan keseragaman di atas kebebasan beragama tidak hanya tidak adil, tetapi juga dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Oleh karena itu, perlunya mengambil langkah-langkah konkret untuk melindungi hak kebebasan beragama, agar kasus serupa tidak terulang pada masa depan.

Indonesia harus terus menjaga persatuan dalam keberagaman, tanpa mengorbankan kebebasan individu. Ini adalah kunci untuk menjadi contoh bagi dunia dalam menjaga keharmonisan sosial sambil tetap menghormati hak-hak dasar setiap warganya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini