INDEKS MEDIA KALTIM

Berita Hari Ini di Kalimantan Timur (Kaltim)



Klaim Rehabilitasi 59 Ribu Hektare Lahan Berhutan Kaltim Disorot Akademisi, Dampak Ekologis Masih Mengintai

Jibril Daulay Jibril Daulay - 5000 views
Pengamat kebijakan publik Universitas Mulawarman (Unmul), Saiful Bachtiar. (Foto: Yah/Indeksmedia.id)

SAMARINDA, INDEKSMEDIA.ID – Di tengah menguatnya isu lingkungan dan perambahan hutan, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) menyampaikan klaim capaian rehabilitasi lahan sebagai bagian dari pembangunan berwawasan lingkungan.

Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud bersama Wakil Gubernur Seno Aji menyatakan telah merealisasikan rehabilitasi lahan seluas 59.854,97 hektare melalui Dinas Kehutanan.

Dalam pernyataan resminya, Rudy menyebutkan area tersebut telah difungsikan kembali sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) yang tersebar di 10 kabupaten/kota di Kaltim.

Program ini diklaim sebagai wujud komitmen pemerintah daerah terhadap pembangunan berkelanjutan.

Namun, klaim tersebut mendapat sorotan dari kalangan akademisi. Pengamat kebijakan publik Universitas Mulawarman (Unmul), Saiful Bachtiar, menilai persoalan lingkungan di Kaltim jauh lebih kompleks dibandingkan capaian rehabilitasi yang disampaikan pemerintah.

“Kalimantan, termasuk Kaltim, dijadikan lumbung kayu nasional. Hutan ditebang secara masif tanpa perhitungan daya dukung lingkungan,” ujar Saiful.

Ia juga mengkritik kebijakan pemerintah pusat yang menarik kewenangan perizinan ke pusat, yang menurutnya justru memperburuk mitigasi bencana.

“Banyak izin terbit tanpa kajian ekologis memadai. Meski terlambat, revisi kebijakan masih mungkin. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali,” tegasnya.

Saiful mengingatkan bahwa pasca-era kayu pada akhir 1980-an, eksploitasi alam tidak berhenti, melainkan bergeser ke pertambangan batu bara dan perkebunan kelapa sawit sejak awal 2000-an.

“Tambang terbuka dan sawit berjalan paralel. Dua-duanya sama-sama menebang hutan dan menghilangkan fungsi ekologis lahan,” katanya.

Kondisi tersebut, lanjut Saiful, berdampak langsung pada masyarakat, terutama di Kutai Timur.

“Di Kutim, masyarakat bergantung pada sungai lokal. Ketika hulunya rusak karena tambang dan sawit, kualitas air turun dan dampaknya langsung dirasakan warga,” ujarnya.

Ia pun mengingatkan kepala daerah agar tidak sekadar mengulang klaim pusat.

“Jangan buru-buru bangga lalu mengklaim kita punya jutaan hektare hutan atau menyumbang energi nasional. Pertanyaannya, hutan yang mana dan rakyat yang mana sejahtera?” tutup Saiful.

Sebelumnya, Pemprov Kaltim mengklaim tutupan lahan berhutan di wilayahnya masih tergolong besar, mencapai sekitar 62 persen dari total luas provinsi. Selain itu, menyebut angka deforestasi berada pada level yang sangat kecil jika dibandingkan dengan luas wilayah dan kawasan hutannya.

Klaim tersebut merujuk pada Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 397 Tahun 2025 yang mencatat luas wilayah Kalimantan Timur sekitar 12,69 juta hektare, dengan kawasan hutan mencapai kurang lebih 8 juta hektare. Kawasan tersebut terdiri atas hutan lindung, kawasan konservasi, hutan produksi, dan hutan produksi terbatas.

Juru Bicara Pemprov Kaltim, Muhammad Faisal, menyatakan bahwa deforestasi pada 2024 diperkirakan berada pada kisaran 0,15 hingga 0,35 persen dari total luas wilayah. Menurutnya, jika dibandingkan dengan luas kawasan hutan maupun tutupan lahan berhutan, angka tersebut masih berada di bawah 1 persen.

“Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Kalimantan Timur masih tertutup hutan. Upaya pengelolaan dan pemulihan hutan melalui reforestasi juga terus dilakukan untuk menjaga keseimbangan lingkungan dan keberlanjutan sumber daya alam,” ujar Faisal, dilansir situs Diskominfo Kaltim, Senin (15/12/2025).

Meski mengklaim deforestasi relatif rendah, Pemprov Kaltim mengakui bahwa isu kehilangan tutupan hutan tetap menjadi perhatian. Faisal menegaskan bahwa pemerintah daerah masih menghadapi tantangan dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan, pemanfaatan sumber daya alam, dan perlindungan lingkungan.

Sebagai bagian dari komitmen tersebut, Pemprov Kaltim menyoroti keterlibatannya dalam program Forest Carbon Partnership Facility–Carbon Fund (FCPF-CF), sebuah skema global yang difasilitasi Bank Dunia untuk pelestarian hutan dan pengurangan emisi karbon berbasis kinerja.

Namun demikian, klaim rendahnya deforestasi tersebut masih memerlukan pengujian dan pemantauan berkelanjutan, terutama di tengah aktivitas pertambangan, perkebunan, serta pembangunan infrastruktur yang terus berlangsung di sejumlah wilayah Kalimantan Timur.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini

Maaf Untuk Copy Berita Silahkan Hubungi Redaksi Kami!