Ketua TRC-PPA Kaltim Rina Zainun Sampaikan Program Turunkan Angka Kekerasan Seksual
INDEKSMEDIA.ID, KUTIM — Belakangan ini rentetan kasus rudapaksa terjadi di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Hal itu membuat Ketua Tim Respon Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC-PPA) Kaltim Rina Zainun mengeluarkan tanggapannya.
Rina menyinggung tindakan bejat yang baru-baru ini dilakukan oleh salah seorang ustadz di salah satu pesantren Kota Bontang.
Lebih jauh ia mengatakan bahwa dirinya memberi penekanan terhadap seluruh anggota TRC-PPA terkait penanganan kasus amoral tersebut.
“Banyak sekali. Ada beberapa kasus asusila antara bapak kandung dengan anak, ayah sambung dengan anak, om dengan keponakan, bahkan yang dilakukan oknum pimpinan ponpes terhadap santri,” beber Rina saat dihubungi, Selasa (9/1/24).
“Saya selalu tekankan pada anggota TRC-PPA, tidak ada namanya mediasi atau RJ untuk kasus pelecehan terlebih lagi pencabulan,” tambahnya.
Saat ditanyai terkait program untuk mengurangi bahkan menghilangkan kasus asusila tersebut, Rina memberi saran dan menyebut pihaknya telah melakukan banyak kegiatan.
“Kami berkeliling di sekolah dan masyarakat. Memberikan sosialisasi untuk pencegahan kekerasan seksual seperti pendidikan kesehatan reproduksi, sosialisasi mengenai penyakit menular seksual, dan perlindungan diri dari kekerasan seksual. Memberitahukan batasan aktivitas seksual yang dilakukan pada masa perkembangan anak,” paparnya.
Lebih jauh dia menerangkan bahwa betapa pentingnya memahamkan kepada anak fungsi bagian-bagian tubuh, khususnya organ reproduksi.
“Kita memperkenalkan bagian tubuh pada anak sedari dini. Hal ini bertujuan untuk mengajari anak apa arti dan fungsi sebenarnya dari bagian tubuh, terutama organ reproduksi yang dimiliki anak,” terang Rina.
“Seringkali juga saat kami sosialisasi minta hadirkan orang tua juga agar bisa sekalian parenting, karena penting bagi mereka untuk menggunakan kata-kata yang pantas dalam menyebut bagian tubuh anak,” tambahnya.
Dia bilang, hal itu bertujuan agar anak mengetahui artinya dengan benar, sehingga dapat membantu anak berbicara dengan jelas bila terjadi sesuatu yang tidak pantas.
Rina mengingatkan bahwa, “Anak juga perlu diberi penjelasan bahwa mereka memiliki bagian pribadi yang tak boleh dilihat apalagi disentuh semua orang.”
“Mengajarkan anak untuk bilang “tidak” pada sentuhan atau aktivitas yang tidak diinginkan pada anak. Tujuannya tentu untuk menghindari pelecehan seksual.
Dia pun mencontohkan, ibu dapat mengajarkan anak untuk menjauh dan mengatakan “tidak” jika merasa tak nyaman saat digelitik atau dipeluk orang lain “Atau oleh lawan jenis baik kakak, om, ayah, kakek,” ucapnya.
lebih lanjut ia menyarankan agar orang tua menanamkan budaya malu pada anak-anaknya agar tidak sembarangan mengganti pakaian di tempat terbuka atau tempat umum.
“Selain itu, anak juga perlu diajari bahwa tidak ada orang yang boleh mengambil foto bagian pribadinya. Yang paling penting, orang tua juga perlu membentuk komunikasi yang hangat dengan anak dan senantiasa mengawasi kegiatan anak di luar rumah,” imbuhnya.
Terakhir dirinya menegaskan bahwa masyarakat perlu mengetahui bila keluarga mereka menjadi korban kekerasan seksual, segera melaporkannya dan jangan takut karena hanya masalah kekurangan uang.
“Yang terbangun di masyarakat adalah kalau melapor bayar dan tidak akan diproses kalau tidak punya uang. Ini yang harus kita hapus dari pemikiran masyarakat. Karena kepolisian itu pasti akan menerima laporan dan memproses kasus asalkan bukti dan saksi lengkap,” tutupnya. (*)
Tinggalkan Balasan