Kepala DPPKB Kutim Achmad Junaidi Sepakat Dengan Bupati Rapikan Data Stunting

Kutim — Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kutim, Achmad Junaidi, sangat sepakat dengan keterangan Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman.

Achmad Junaidi meminta agar persepsi tentang data harus sama. Tanpa itu, kesamaan data juga tak akan pernah diselesaikan. Baginya, data yang rancu bakal mempengaruh kebijakan pemerintah serta anggaran yang digelontorkan.

“Nahhh kita perlu kesamaan persepsi. Itu yang paling penting kita samakan, samakan persepsi dulu tentang data. Saya sepakat dengan pak bupati. Kalau kita bicara data, misalnya 29% secara nasional, 16% secara Kabupaten, artinya kan ada data yang rancu,” paparnya kepada awak media, Jumat (21/6).

“Sementara perencanaan dan penganggaran yang baik itu bersumber dari data yang baik. Kalau data saja belum baik, masih ada perbedaan perencanaan, maka perencanaan penganggaran kita untuk program kegiatan tentang penurunan stunting itu masih belum bisa maksimal,” sambungnya.

Lebih lanjut Kadis menegaskan tidak hanya mempersoalkan persentase itu. Namun menitikberatkan pada kenyataan di lapangan, jangan sampai ada warga yang tidak terdata. Atau ada yang terdata tapi sebenarnya tidak terdampak resiko stunting.

“Tadi saya katakan, saya tidak bicara masalah persentasenya. Artinya kalau 29% ini ada lokus by nama by address-nya kita tarik. Kalau yang 16% ada juga lokus by name by address-nya kita tarik, maka setiap lokus ini kita sasar,” katanya.

“Kalau kita menyasar, maka kita akan temukan bahwa benar enggak orang ini terdampak stunting. Seperti disampaikan pak Bupati tadi, ada satu desa misalnya, miskin ekstrem. Setelah turun (survei) ternyata tidak miskin, dia punya kendaraan, dia punya rumah yang bagus, boleh juga masalah stunting juga seperti itu,” terang dia.

Lebih jauh Achmad Junaidi menerangkan spesifikasi kegiatan yang nanti akan dilakukan pihaknya. Termasuk kebutuhan masyarakat yang terdata untuk dibagikan vitamin dan kebutuhan lainnya.

“Tadi malam saya minta kelompokkan perdesa, ini nanti yang akan saya lakukan dengan Cap Jempol. Nanti kita menyasar dulu desa mana yang paling besar angkanya menurut aplikasi. Baru kita lakukan edukasi penyuluhan di situ. Kemudian kita berikan nanti hal-hal apa yang bisa mensupport untuk peningkatan gizi dan vitaminnya,” terangnya.

“Jangan sampai kita berikan peningkatan gizi dan vitamin, ternyata itu tidak tepat sasaran. Jangan sampai orang itu tidak butuh minum susu, tidak butuh kacang hijau dan seterusnya kan gitu. Intinya adalah validasi data melalui posko-posko yang kita sudah bentuk,” pungkasnya. (Adv)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *