Istilah Lebaran Anak Yatim di 10 Muharram, Ini Alasannya
INDEKSMEDIA.ID – Dari kalendar hijriyah, 10 Muharram selalu dikenal dengan hari Asyura, dimana sebagian masyarakat di berbagai daerah di Indonesia menyebut dengan nama ‘Lebaran Anak Yatim’. Biasanya, hari tersebut dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan santunan yang ditujukan langsung kepada anak yatim dan dirangkaikan dengan doa bersama.
Terus Apa Makna Hari 10 Muharram (Asyura) Itu?
Setiap tanggal 10 Muharram menjadi salah satu hari istimewa dalam Islam.
Rasulullah SAW berpuasa pada 10 Muharram sebagai bentuk syukur atas kemenangan Nabi Musa AS dan Bani Israil dari kejaran Fir’aun.
Rasulullah SAW bersabda:
“Hari ini adalah hari yang agung, hari di mana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya serta menenggelamkan Fir’aun dan kaumnya.” (HR. Muslim)
Pada hari Asyura juga dianjurkan untuk mengerjakan puasa sunnah sebagaimana dijelaskan dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda:
“Puasa hari Asyura, aku berharap kepada Allah agar menghapus dosa setahun sebelumnya.” (HR. Muslim)
Awal Mula Hari Asyura Disebut Lebaran Anak Yatim
Dalam Al-Qur’an maupun hadits Nabi SAW sama sekali tidak ditemukan istilah lebaran anak yatim. Diketahui, istilah ini lebih merupakan budaya lokal yang berkembang di Indonesia sebagai bentuk penghormatan dan perhatian kepada anak-anak yatim, dengan momen dipilih pada hari Asyura di tanggal 10 Muharram.
Mengutip dari situs resmi Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), peringatan yang dikenal sebagai Hari Raya Yatama yang dilaksanakan setiap tanggal 10 Muharram, bertepatan dengan Hari Asyura dalam kalender Hijriyah.
Dalam menyambut Hari Yatama atau Hari Raya Anak Yatim. Masyarakat Indonesia biasanya berbondong-bondong memberikan hadiah atau sejumlah uang, serta mengusap kepala anak-anak yatim yang datang ke rumah atau yang mereka datangi langsung.
Tradisi ini tidak hanya memiliki nilai keagamaan, tetapi juga menjadi bagian dari semangat memperingati Tahun Baru Islam dengan menumbuhkan nilai-nilai kepedulian sosial, khususnya kepada anak-anak yatim.
Walau istilah lebaran anak yatim tidak berasal dari ajaran syariat, namun substansi dari kegiatan tersebut, yakni menyantuni anak yatim, sangat dianjurkan dalam Islam.
Tahta Anak Yatim dalam Islam
Dalam Islam kedudukan anak yatim sangatlah mulia. Banyak ayat Al-Qur’an dan hadits yang menekankan pentingnya menyantuni dan memperhatikan kehidupan anak yatim.
Dalil Al-Qur’an dalam surat Al-Baqarah ayat 220, Allah SWT berfirman,
فِى ٱلدُّنْيَا وَٱلْءَاخِرَةِ ۗ وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْيَتَٰمَىٰ ۖ قُلْ إِصْلَاحٌ لَّهُمْ خَيْرٌ ۖ وَإِن تُخَالِطُوهُمْ فَإِخْوَٰنُكُمْ ۚ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ ٱلْمُفْسِدَ مِنَ ٱلْمُصْلِحِ ۚ وَلَوْ شَآءَ ٱللَّهُ لَأَعْنَتَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Artinya: Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: “Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudaramu; dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda, “Aku dan orang yang menanggung anak yatim seperti ini di surga.” Beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengahnya. (HR. Bukhari)
Maka dari itu, menyantuni anak yatim adalah ibadah besar, tidak hanya di tanggal 10 Muharram, tapi sepanjang waktu.
Istilah Lebaran Anak Yatim pada tanggal 10 Muharram bukanlah istilah yang berasal dari dalil Al-Qur’an atau hadits. Namun, selama kegiatan tersebut berupa menyantuni dan membahagiakan anak yatim, maka hal itu adalah amalan yang dianjurkan dalam Islam secara umum. (*)



Tinggalkan Balasan