Hari Migran Internasional, Komnas Perempuan Dorong Negara Ciptakan Tata Kelola Migrasi Berkeadilan Gender dan HAM
INDEKSMEDIA.ID — Dalam rangka memperingati Hari Migran Internasional yang jatuh pada tanggal 18 Desember 2023, Komnas Perempuan mengeluarkan seruan penting perlindungan pekerja migran Indonesia.
Komnas Perempuan memandang pentingnya tanggung jawab negara untuk mencegah, melindungi, melakukan penyelidikan, penuntutan dan penghukuman serta pemulihan dari kekerasan terhadap perempuan, termasuk memastikan nilai keadilan gender dan HAM bagi pekerja migran Indonesia.
Komisioner Satyawanti Mashudi menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) disahkan untuk menciptakan tata kelola migrasi PMI menjadi lebih baik dan hak-hak Calon PMI/CPMI dan PMI serta keluarganya lebih terlindungi.
Dikatakan dalam siaran persnya, UU PPMI mendasarkan pemikiran bahwa bekerja merupakan hak asasi manusia (HAM) yang wajib dijunjung tinggi, dihormati, dan dijamin penegakannya sehingga PMI harus dipenuhi hak-haknya dan dilindungi dari perdagangan manusia, “Termasuk perbudakan dan kerja paksa, korban kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat manusia, serta perlakuan lain yang melanggar HAM, “ tulisnya, Senin (18/12/2023).
Sedangkan Komisioner Tiasri Wiandani menyampaikan Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan hingga Tahun 2021 ditemukan kasus perempuan PMI mengalami pelanggaran HAM, diskriminasi serta kekerasan berbasis gender lainnya, walaupun UU PPMI sudah disahkan.
Dia mengatakan, tercatat bahwa pola pelanggaran dalam konteks migrasi dan kekerasan terhadap perempuan PMI tetap berulang, baik berupa kekerasan fisik, psikis, dan seksual (termasuk pelecehan seksual, perkosaan, pemaksaan pelacuran), perdagangan orang (TPPO), jeratan hutang, ancaman dan pemerasan, pelanggaran hak atas informasi, manipulasi dokumen, dan perampasan dokumen, yang kesemuanya terjadi sejak proses perekrutan hingga kepulangan.
Salah satunya, kata dia, adalah adanya indikasi praktik penyiksaan pada perempuan PMI selama berada dalam lokasi serupa penampungan PMI/CPMI saat proses penempatan PMI, “ ucapnya.
“Kondisi tersebut sangat memprihatinkan mengingat telah adanya ratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (CAT) oleh Indonesia menjadi UU nomor 5 Tahun 1998. “ jelasnya.
Menurutnya hak bebas dari penyiksaan juga dinyatakan di dalam berbagai landasan hukum Indonesia. Merespon situasi tersebut, pada tahun 2022 Komnas Perempuan melakukan pemantauan praktik penampungan PMI dalam Proses Penempatan.
Pemantauan ini dilakukan Komnas Perempuan untuk mengumpulkan fakta mengenai bentuk dan pola pelanggaran HAM perempuan, Ill treatment dan kekerasan berbasis gender (KBG) yang dialami oleh perempuan CPMI di penampungan CPMI, termasuk upaya pemenuhan dan pelindungan HAM perempuan CPMI di penampungan.
Ditambahkan Komisioner Satyawanti Mashudi, pemantauan tersebut menyediakan rekomendasi terkait upaya pencegahan dan penanganan pelanggaran HAM perempuan, illtreatment dan KBG terhadap perempuan CPMI di penampungan CPMI, dengan kerangka HAM dan keadilan Gender, diantaranya agar pemerintah melakukan pengawasan intensif terkait pelaksanaan pelatihan CPMI serta praktek penampungan CPMI, termasuk penegakan sanksi yang tegas bagi yang melakukan pelanggaran sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku.
“Pemerintah juga harus memastikan SOP/panduan/aturan internal untuk pencegahan kekerasan seksual, sejalan dengan UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Konvensi ILO 190 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja”, tegas
Tinggalkan Balasan