Fraksi AKB Minta Kutim Tak Berharap Penuh di Sektor Pertambangan

Kutim — Anggota DPRD Kutai Timur (Kutim) menggelar Rapat Paripurna (Rapur) ke-27 tentang Pandangan Umum Fraksi terhadap Nota Penjelasan Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2023.

Rapur itu berlangsung di Ruang Sidang Utama DPRD Kutim pada Kamis 13 Juni 2024. Mewakili Fraksi Amanat Keadilan Berkarya (AKB), Mulyana mendorong pembentukan Panitia Khusus (Pansus) segera dilakukan.

Hal ini, kata dia, sebagai upaya membahas lebih jauh Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran (TA) 2023 Pemkab Kutim.

“Diharapkan agar segera dilanjutkan pembentukan pansus untuk pembahasan lebih detail terkait raperda ini,” ucapnya.

Dalam kesempatan itu, Mulyana memaparkan Fraksi AKB Kutim mempersoalkan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kutim yang nyatanya masih kurang optimal. Dari target yang telah ditetapkan sebesar Rp 787,53 miliar, namun realisasi PAD hanya 44,76 persen, atau senilai Rp352,46 miliar.

Angka itu, menurut pihaknya, menunjukan strategi pemerintah dalam meningkatkan PAD tidak berjalan dengan maksimal. Bahkan dirinya juga menilai pemerintah harusnya mengevaluasi kontribusi yang diberikan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Perusahaan Daerah (Perusda) terhadap PAD.

“Ini masih bisa ditingkatkan, dan tidak hanya berharap penuh pada sektor pertambangan saja. Pengelolaan kekayaan daerah masih perlu terus digali. Termasuk juga dari pendapatan retribusi dan pajak daerah,” tegasnya.

Fraksi AKB juga menekankan agar pemerintah meningkatkan anggaran belanja modal. Upaya itu perlu karena belanja modal adalah pengeluaran anggaran yang berbentuk aset tetap. Ini juga, jelas dia, memberi keuntungan jangka panjang bagi daerah.

Untuk periode 2023 ini, lanjut Mulyana, belanja modal yang dialokasikan Pemkab Kutim sebesar Rp 3,29 triliun. Sementara belanja operasional sebanyak Rp4,25 triliun. Ini berarti belanja kegiatan opersioanal lebih besar, padahal jumlah tersebut masih dapat diefesiensi.

“Belanja operasional hanya untuk kegiatan sehari-hari pemerintah daerah yang hanya memberikan manfaat jangka pendek. Sedangkan belanja modal dapat memberikan manfaat jangka panjang, bahkan bagi masyarakat dan juga pertumbuhan ekonomi daerah,” terangnya. (ADV)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *