Pernikahan Anak di Kutim Turun, PKBI Kaltim Minta DP3A Tak Lengah
KUTIM,INDEKSMEDIA.ID – Kasus perkawinan anak di Kutai Timur (Kutim) terus menunjukkan tren penurunan dalam tiga tahun terakhir. Tahun 2023 tercatat 111 kasus, tahun 2024 menurun 89 dan kembali turun di tahun 2025 per September sebanyak 49 kasus.
Trend positif ini ingin dipertahankan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kutim. Untuk itu, mereka menggelar Focus Group Discussion (FGD) Kajian Ahli Layanan Konseling bagi Permohonan Dispensasi Kawin, di Hotel Victoria Sangatta, Senin (29/9/2025).
Ketua Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kalimantan Timur (Kaltim), Sumadi Atmodiharjo, yang hadir sebagai pemateri, mengingatkan agar penurunan angka tidak membuat lengah.
“Penurunan angka memang kabar baik, tapi kita tidak boleh abai. Dispensasi kawin masih sering dipakai sebagai jalan pintas untuk melegalkan perkawinan anak, dan ini harus kita waspadai,” ujarnya.
Menurut Sumadi, pencegahan hanya akan efektif jika dilakukan bersama-sama.
“Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Peran keluarga, sekolah, aparat kelurahan, camat, desa, serta masyarakat sangat penting, terutama dalam memberikan edukasi sejak dini,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas P3A Kutim, Idham Chalid, menekankan bahwa FGD ini menjadi langkah penting untuk merumuskan solusi nyata.
“FGD ini kami selenggarakan untuk menyatukan pemahaman dan mencari langkah bersama. Sesuai arahan Bupati, perkawinan anak harus kita atasi secara serius,” ungkapnya dalam sambutan virtual.
Idham menjelaskan, salah satu fokus utama forum ini adalah mekanisme layanan konseling dan pendampingan psikologis bagi anak yang terdampak.
“Kami ingin ada layanan psikologis yang kuat, agar anak-anak yang terjerat kasus perkawinan mendapat perlindungan. Harapannya, angka perkawinan anak terus menurun dari tahun ke tahun,” tegasnya.
Dia menambahkan, keberhasilan upaya pencegahan sangat bergantung pada kolaborasi lintas sektor.
“Kami akan berkolaborasi dengan pengadilan agama, lembaga pendidikan, dan tokoh masyarakat. Tanpa sinergi, penanganan perkawinan anak tidak akan maksimal,” pungkasnya. (ema)



Tinggalkan Balasan