6 Lembaga Independen Negara Gelar KuPP, Perdengarkan 12 Kasus Penyiksaan Berbagai Lokus

Nasional5100 views

JAKARTA, INDEKSMEDIA.ID — Sebanyak 6 lembaga independen negara menggelar Kerja Sama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) untuk dengar keterangan umum (DKU) konvensi menentang penyiksaan. Ada 12 kasus dugaan penyiksaan, ill-treatment dan pelanggaran hak-hak asasi lainnya di berbagai lokus yang diperdengarkan.

Keenam lembaga independen negara itu terdiri dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komnas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK), Ombudsman RI (ORI) dan Komnas Disabilitas (KND).

Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengatakan, DKU Nasional ini digelar pada 20-24 November 2023 di Jakarta secara hibrid dengan memperdengarkan 12 kasus dugaan penyiksaan seperti ruang-ruang tahanan, serupa tahanan, ruang domestik dan ruang publik yang dilakukan oleh aktor-aktor negara langsung maupun aktor- aktor negara secara tak langsung.

Selain itu menghadirkan 14 korban dan saksi, 13 pendamping korban, pemberi keterangan dari kementerian/lembaga terkait termasuk Kepolisian RI Mabes Polri, Kejaksaan Agung RI, Kemenko Polhukam, KemenPPPA, Kemenag, Kemenkes, Direktorat Pemasyarakatan, Mahkamah Syariah dan Pemerintahan Aceh, TNI, KLHK, Kemendagri, Ikatan Bidan Indonesia, serta 11 penanggap ahli.

“DKU Nasional juga bertujuan melakukan penyadaran publik terkait bentuk-bentuk tindak penyiksaan, ill-treatment, dan interseksinya dengan gender, anak, disabilitas dan identitas lainnya di berbagai lokus kepada stakeholders, korban/penyintas, pendamping, dan publik.” ujarnya dalam keterangan resminya, Minggu (26/11/2023).

Dikatakan 12 kasus yang diperdengarkan dengan menggunakan pendekatan dialog konstruktif untuk menggali dan memetakan pola-pola penyiksaan, ill-treatment, pelanggaran HAM dan interseksi dengan gender, disabilitas, anak, dan identitas sosial lainnya secara sistemik, akar- akar masalah baik struktural maupun sosio-kultural, dan merumuskan rekomendasi- rekomendasi untuk pencegahan maupun memutus keberulangan tindak penyiksaan, ill- treatment dan pelanggaran HAM lainnya.

Merespons 12 kasus yang diperdengarkan, KuPP mengeluarkan sejumlah rekomendasi kepada kementerian/lembaga terkait diantaranya;

  1. Mendorong pengadilan menerapkan proses cross- check fakta dan tidak menggunakan segala keterangan yang diperoleh dari hasil penyiksaan dan ill-treatment,
  2. Untuk pelanggaran HAM berat masa lalu, melanjutan dialog yang sudah berlangsung antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung guna mendorong proses hukum berbagai pelanggaran HAM berat masa lalu,
  3. Dialog KuPP dengan Presiden dan DPR RI tentang pengerahan pasukan di Papua yang terindikasi tidak mengikuti UU No. 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI),
  4. Mendorong keputusan politik negara bagi pemulihan korban, keluarga dan anggota komunitas yang terdampak,
  5. Peninjauan secara berkala ke tempat-tempat penahanan kepolisian dan lembaga pemasyarakatan/lapas serta evaluasi terhadap akomodasi yang layak termasuk bagi penyandang disabilitas dan berbasis gender,
  6. Memelakukan langkah-langkah segera (jangka pendek) untuk mencegah tindak penyiksaan dan ill-treatment di panti-panti rehabilitasi bagi penyandang disabilitas psikososial terutama oleh Kemensos berupa monitoring secara berkala, evaluasi untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas panti, tersedinya mekanisme pengaduan, dan ketersediaan konseling psikologi, layanan medis yang memadai dan ketersediaan obat secara berkesinambung,
  7. Pemberian sanksi pada pengelola terkait kekerasan yang dialami penghuni panti,
  8. Melakukan executive review terhadap berbagai peraturan daerah (perda) yang diskriminatif yang berdampak tindakan penyiksaan, merendahkan martabat manusia dan pelanggaran HAM lainnya yang menyasar kelompok rentan dan minoritas seksual,
  9. (a) mengaudit secara menyeluruh penerapan mekanisme dalam mengakses keadilan yang terjangkau dan terdekat bagi korban kekerasan seksual di tingkat Polsek, Polres, Polda, (b) mendorong Polri melakukan peningkatan kapasitas anggotanya dalam menangani kasus-kasus kekerasan seksual bagi kasus perempuan berhadapan dengan hukum, (c)serta menyusun instrumen khusus penanganan perempuan/korban kekerasan seksual termasuk anak dan disabilitas sebagai instrumen turunan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS),
  10. (a) mendorong Kemendagri melakukan executive review atas perda-perda diskriminatif diantaranya larangan kegiatan Ahmadiyah,(b) KuPP juga mendorong Kemenag, Polri, Kemendagri dan Kemen PUPR untuk duduk bersama merumuskan Surat Keputusan Bersama dalam rangka pemulihan hak-hak kelompok berkeyakinan, mitigasi berjenjang dalam mencegah tindakan keberulangan tindakan tidak manusiawi dan merendahkan martabat.
  11. penyikapan tegas dan penyadaran publik secara terukur dan berkelanjutan untuk menghapus praktik-praktik berbahaya berbasis tradisi seperti pemotongan dan pelukaan genitalia perempuan (P2GP).

Komisioner Inkuiri, terdiri dari Andy Yentriyani (Komnas Perempuan), Rainy Hutabarat (Komnas Perempuan), Putu Elvina (KHAM), Anis Hidayah (KHAM), Kikin Tarigan (KND), J Widiantoro (ORI), Susilaningtyas (LPSK), Fatimah Asri Mutmainnah (KND), Manager Nasution (LPSK) dan Dian Sasmita (KPAI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *